Sabtu, 11 Februari 2012

By Om Darwis Triadi

Layak untuk direnungkan......

Menilai hasil karya orang lain sungguh mudah. Tapi, benarkah pendapat kita itu? Seorang fotografer bila ingin menilai karya orang lain, seharusnya berpikir dengan rasa terlebih dahulu. Karena seorang fotografer berpikir tanpa didahului dengan rasa, berarti fotografer itu tidak memiliki pendewasaan dalam berpikir. Permasalahannya adalah, benarkah pujian dan menghargai karya sesama fotografer dalam sebuah komunitas itu berangkat dari hati yang tulus? Menurut pengalaman saya, hal itu hanyalah sebatas topeng belaka. Kelihatannya kumpulan dari fotografer itu kompak dalam community-nya. Tapi dibelakangnya mereka saling bersaing dan membandingkan. Ya, layaknya orang menjual “pompa dragon” yang melakukan praktik bisnis fotografi dengan cara menjatuhkan dan bersifat fisik semata. Baginya, sukses mendapatkan sebanyak-banyaknya materi adalah tujuan utamanya meski harus dengan cara seperti penjual “pompa dragon”. (Dahulu di pasar Senen, Jakarta, sepanjang jalan banyak sekali orang menjual pompa dragon dengan memberi label “paling murah”. Padahal, disamping kiri-kanannya juga menjual pompa dengan merk dan kualitas yang sama)
Tapi apakah dengan cara seperti itu kesuksesan diraih? Melihat kondisi seperti ini saya menilai, dunia fotografi itu dunianya “iri”. Atau kalau boleh saya meminjam istilah Gus Dur, dunia fotografi di Indonesia sama halnya dengan Dunia Taman Kanak-kanak. Padahal, kita itu hidup dalam satu atap rumah yang namanya fotografi. Kita hidup bukan untuk saling bersaing. Tapi kita ada untuk saling melengkapi.Sebenarnya, semua itu bermuara pada cara pandang, pola pikir dan komitmen rasa fotografer kepada profesinya. Sementara ini, kebanyakan para fotografer kita yang sudah lama menggeluti dunia fotografi, nyaris tidak memiliki kedewasaan dalam pola berpikir. Kebanyakan dari mereka, lagi-lagi menurut pendapat saya, tidak pernah menghargai orang muda dengan karya-karyanya. Bagi mereka, yang muda haruslah menghargai dan menghormati seniornya.Begitu pun sebaliknya. Menurut saya, yang muda juga tak menghargai para seniornya. Jelaslah terlihat yang ada hanyalah saling mencela, mencibir, beroritentasi pada materi dan itu sudah menjadi sebuah karekter umum. Dan hukum yang berlaku adalah antara senior dan yunior. Justru yang harus dibangun adalah, bagaimana satu sama lain harus bisa saling menghargai dan menghormati tanpa melihat status

Tidak ada komentar:

Posting Komentar