Layak untuk direnungkan......
Menilai hasil karya
orang lain sungguh mudah. Tapi, benarkah pendapat kita itu? Seorang
fotografer bila ingin menilai karya orang lain, seharusnya berpikir
dengan rasa terlebih dahulu. Karena seorang fotografer berpikir tanpa
didahului dengan rasa, berarti fotografer itu tidak memiliki pendewasaan
dalam berpikir. Permasalahannya adalah, benarkah pujian dan menghargai
karya sesama fotografer dalam sebuah komunitas itu berangkat dari hati
yang tulus? Menurut pengalaman saya, hal itu hanyalah sebatas topeng
belaka. Kelihatannya kumpulan dari fotografer itu kompak dalam
community-nya. Tapi dibelakangnya mereka saling bersaing dan
membandingkan. Ya, layaknya orang menjual “pompa dragon” yang melakukan
praktik bisnis fotografi dengan cara menjatuhkan dan bersifat fisik
semata. Baginya, sukses mendapatkan sebanyak-banyaknya materi adalah
tujuan utamanya meski harus dengan cara seperti penjual “pompa dragon”. (Dahulu di pasar Senen, Jakarta, sepanjang jalan banyak sekali
orang menjual pompa dragon dengan memberi label “paling murah”. Padahal,
disamping kiri-kanannya juga menjual pompa dengan merk dan kualitas
yang sama)
Tapi apakah dengan cara seperti itu kesuksesan diraih? Melihat
kondisi seperti ini saya menilai, dunia fotografi itu dunianya “iri”.
Atau kalau boleh saya meminjam istilah Gus Dur, dunia fotografi di
Indonesia sama halnya dengan Dunia Taman Kanak-kanak. Padahal, kita itu
hidup dalam satu atap rumah yang namanya fotografi. Kita hidup bukan
untuk saling bersaing. Tapi kita ada untuk saling melengkapi.Sebenarnya,
semua itu bermuara pada cara pandang, pola pikir dan komitmen rasa
fotografer kepada profesinya. Sementara ini, kebanyakan para fotografer
kita yang sudah lama menggeluti dunia fotografi, nyaris tidak memiliki
kedewasaan dalam pola berpikir. Kebanyakan dari mereka, lagi-lagi
menurut pendapat saya, tidak pernah menghargai orang muda dengan
karya-karyanya. Bagi mereka, yang muda haruslah menghargai dan
menghormati seniornya.Begitu pun sebaliknya. Menurut saya, yang muda
juga tak menghargai para seniornya. Jelaslah terlihat yang ada hanyalah
saling mencela, mencibir, beroritentasi pada materi dan itu sudah
menjadi sebuah karekter umum. Dan hukum yang berlaku adalah antara
senior dan yunior. Justru yang harus dibangun adalah, bagaimana satu
sama lain harus bisa saling menghargai dan menghormati tanpa melihat
status
Tidak ada komentar:
Posting Komentar